Oleh Alfa RS.
Proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial
ekonomi rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk
berkembang dan untuk maju, kurang lebihnya itulah emansipasi.
Sedang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata emansipasi diartikan sebagai; Pembebasan
dari perbudakan; Persamaan hak dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan
kaum pria. Lantas, apakah maraknya gerakan tersebut murni akibat dorongan untuk
maju atau adakah faktor lain?
Mencari jawaban permasalahan ini, tentu butuh investigasi
mendalam. Namun simplenya, menurut kacamata Akibasreet, di bumi nusantara ini,
gerakan emansipasi bukan didorong karena faktor keingin majuan perempuan. Tapi
lebih pada keterpaksaan. Kenapa demikian?
Pertama, sejarah mengilustrasikan, Indonesia adalah
bangsa santun. Santun, hematnya adalah
berbudi bahasa dan bertingkahlaku baik dan penuh rasa kasih sayang. Maka, sudah
sepatutnya jika orang-orang Indonesia, kalangan muda menghormati yang lebih
senior dan senior menghargai yang junior. Maka dalam tatanan jenis kelamin,
antara laki-laki dan perempuan jelas memiliki saling menghormati dan menghargai
sebagaimana layaknya mereka diperlakukan dan ditempatkan.
Kedua, dewasa ini, perekonomian bangsa sedang mengalami
masa sulit. Bisa dipastikan, ketika dalam satu keluarga sudah memiliki
keturunan, orang tua harus ”berpikir jauh” guna menutup pengeluaran mereka.
Nah, ketika sang suami yang sudah berpenghasilan tetap saja, tidak mampu
menjawab hal tersebut, maka bisa dipastika si istri pun ikut terbebani. Apalagi
mereka, keluarga yang suaminya tidak memiliki penghasilan tetap. Mau tidak mau,
si istri harus ikut mencari penghasilan.
Maka, ketika kita berbicara masalah emansipasi,
sebenarnya bukan lagi membicarakan kesetaraan wanita dan laki-laki dalam segala
bidang. Karena ternyata, seperti yang Akibasreet temukan dalam sharing di
beberapa jejaring sosial dengan para aktivis perempuan, rata-rata, tidak ada
yang murni menghendaki kegiatan di luar rumah mereka itu karena faktor ingin
kesetaraan, tapi murni keterpaksaan. Meskipun ada yang terpaksa karena melihat
kesewenang-wenangan yang tidak dihiraukan atau luput dari pengamatan aktivis
pria.
So, Akibasreet semakin percaya bahwa ternyata antara
perempuan dan laki-laki itu sudah kodratnya berbeda. Karena pada hakekatnya, biar bagaimana pun
juga, jiwa kewanitaan mereka tidak dapat dihilangkan. Artinya, bagaimana pun
mereka getol ”berkoar”, sisi ingin dekat dengan keluarga, anak dan melayani
suaminya, tidak bisa diduakan.
Semoga sedikit memberi pencerahan dan salam kesetaraan
dalam beberapa bidang.