-->

Tanggungjawab

Oleh: Alfa RS.

Dalam kamus bahasa Indonesia, tanggungjawab diartikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Dan memandang definisi tersebut, dalam diri teman saya timbul kekhawatiran dengan apa yang kemarin dia alami. Setidaknya itulah yang saya tangkap ketika kami berbincang-bincang menikmati angin malam.

Sementara kita tinggal dulu si tanggungjawab. Sedikit lebih dulu akan saya ceritakan kisah yang menimpa teman saya. Semoga tulisan ringan ini bermanfaat.


Saya punya teman yang saat ini sedang melanjutkan study di luar kota. Katanya sih sudah semester akhir. Meskipun tidak keren-keren amat, menurut saya, dia pribadi yang menarik. Terbukti, tidak satu dua cewek yang mendekat. Tapi entah kenapa, sampai menginjak usia dua puluh tiga, dia belum juga menemukan cewek yang pas buat dijadikan pacar pasangan (pacar). Jangankan mencari, yang mendekat saja ditolak. Katanya sih belum ketemu sama yang cocok.

Nah, kurang lebih tiga tahun lalu, saat dia berlibur di kampung halaman, tanpa sengaja dia ketemu sama cewek yang sepintas, katanya, seperti memiliki kelebihan. Si cewek semacam punya aura. Dia membiarkan rasa itu. Pikirnya waktu itu biasa, paling karena saat itu adalah pandangan pertama.

Menurut pengakuannya, rasa itu kian menjadi ketika dia kembali study. Maka ketika tiba saatnya libur, diapun memberanikan diri mengutarakan isi hatinya dengan datang langsung ke rumah si gadis. Karena memang setelah dia pergi study, komunikasi keduanya terputus. Apa yang dia dapat? Ternyata si gadis tidak memberikan jawaban pasti. Katanya sih, si gadis berkeyakinan tidak ada yang namanya pacaran. Dia hanya menjawab, kalau jodoh tidak kemana.

Setahun setelah pertemuan itu, dia mendengar bahwa si gadis sudah merit. Dia bingung. Tidak ada tempat untuknya bertanya, karena komunikasi keduanya putus. Maka ketika waktu libur yang hanya seminggu itu kembali tiba, sehari sebelum ia kembali berangkat study, dia main ke rumah sang gadis.

Dari pertemuan itu, teman saya tahu bahwa sebenarnya kabar merit itu hanya kerjaan orang yang tidak bertanggungjawab. Si gadis belum menjadi milik siapa-siapa. Namun si gadis membenarkan, bahwa setahun ini ada seseorang yang terus mengejarnya. Si gadis beralasan, karena belum sreg di hati, maka orang itu dia tolak.

Harapan teman sayapun kembali tumbuh subur. Harapan yang penuh ketakukan. Terlebih sore kemarin. Ketika dia mendapat pesan singkat dari nomor baru. Nomor ponsel yang ternyata milik orang tua si gadis. Mengapa takut?

Teman saya khawatir bahwa apa yang selama ini menjadi pertanyaan terjawab. Bahwa dirinyalah sebenarnya sosok yang di-sreg-i hati sang gadis. Teman saya yakin, bahwa si gadis sebenarnya juga suka kepadanya. Tapi kenapa takut? Bukankah hal itulah yang sudah bertahun-tahun diharapkannya?

Ketika saya mencoba meminta kejelasan padanya, dia menjawab, ”Ya, aku memang bahagia andai dia ternyata suka padaku. Tapi permasalahannya, jika aku ingat waktu itu, ketika dia bilang kalau jodoh tidak kemana, aku jadi takut. Takut belum bisa menjadi lelaki dewasa yang mampu membawa pasangannya. Apalagi study saja belum selesai. Darimana aku mendapatkan modal untuk membahagiakannya? Dan jika aku tidak menghiraukannya, aku juga takut. Takut menyakiti pribadiku dan takut untuk dikatakan lelaki yang tidak bertanggungjawab. Karena kan kamu tahu, dia menolak banyak orang. Orang yang sebenarnya jauh lebih baik dariku.”

Mendengar jawaban itu, saya hanya bisa menghela nafas panjang. Nurani saya juga bilang, ”Ah, kok masih ada orang seperti kau teman?” Tapi waktu itu aku tidak berkomentar banyak. Sedikit malu juga sih. Malu belum bisa sekedar memikirkan arti sebuah tanggungjawab. Dan dari ceritamu, saya hanya bisa berdoa, semoga dikemudian hari kalian benar-benar dipertalikan. Karena menurut perasaan saya, si gadis juga sebenarnya menyukaimu. Dan dia juga sama seperti kamu, belum pernah merasakan ’indahnya’ pacaran. Sedang mengenai tanggungjawab yang kau maksudkan, terus terang kawan, aku belum bisa berkomentar.

Bagaimanakah menurut Anda?
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post