-->

Merenungkan Kembali Pentingnya Pesantren

Oleh: Alfa RS.

”Ketika malam telah gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: ’Inilah Tuhanku’, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: ’Saya tidak suka kepada yang tenggelam.’ Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: ’Inilah Tuhanku.’ Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: ’Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat.’ Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: ’Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar.’ Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: ’Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’ Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (QS. 6:76-79).

Manusia adalah ’spesies unik’ dari sekian banyak makhluk yang menghuni bumi. Setidaknya karena akal. Karena sampai saat ini, masih menjadi tanda tanya di kalangan ilmuan tentang apa yang sebenarnya ’menyalakan’ makhluk hidup. Sepintas mereka terpikirkan untuk mengatakan; manusia ’menyala’ karena asupan zat-zat yang terkandung dalam makanan. Tapi pada akhirnya mereka sendiri meragukan statemen tersebut, karena manusia terlalu ’pintar’ dan memiliki ’desain’ rumit jika hanya karena zat makanan.

Menurut Harun Yahya, desain atau rancangan, secara singkat berarti gabungan yang selaras dari berbagai bagian dalam bentuk yang teratur yang dirancang untuk tujuan tertentu. Dari pengertian ini, kita tidak akan sulit menerka bahwa sebuah mobil adalah suatu rancangan. Ini karena terdapat tujuan tertentu, yaitu untuk mengantarkan manusia dan barang. Untuk mewujudkan tujuan ini, berbagai bagian seperti mesin, ban dan rangkanya direncanakan dan dirakit di sebuah pabrik.

Akal adalah kesempurnaan desain manusia. Rancangan yang tentunya tidak lepas dari adanya tujuan si ’Desainer.’ Alquran mengabarkan makhluk hidup tidak dirancang kecuali untuk mengabdi pada Pencipta, (51:56) dan diberilah akal oleh-Nya supaya kita menerima tujuan rancangan tersebut.

Kutipan kisah dalam ayat di atas, menegaskan bagaimana pentingnya memanfaatkan bagian-bagian yang telah dirancang pada kita. Sabda-Nya mengajarkan akan sikap kritis. Sehingga dengan sikap itu, kita akan menemukan dan mengenal kebesaran serta kebenaran Sang Pencipta. Sebagaimana Ibrahim As. yang sukses memanfaatkan kelebihan desainnya. Dengan akalnya, beliau berusaha membenarkan bahwa tujuan yang dicanangkan ’desainer’ tidaklah sia-sia.

Kesalahan Memanfaatkan ’Desain’

Dengan kesempurnaan desain pula, peradaban kian hari makin mencengangkan. Berkat akal, manusia tiada henti melakukan terobosan dan perubahan sendi kehidupan. Teknologi yang semakin canggih, mengakibatkan kita terlena akan kelebihan yang telah Dia berikan pada kita. Sungguh sangat disayangkan, sikap kritis yang telah disabdakan terasa minim dari tujuan kritis itu sendiri. Kritis akan semua keajaiban yang pada akhirnya mengantarkan pada keyakinan.

Secara naluri manusia mengakui akan adanya sesuatu yang tidak mungkin dilogikakan, walaupun toh pada akhirnya itu hanya sebatas pengakuan, terkalahkan ego yang lebih besar.

Terlepas dari isu kiamat, paling tidak peluncuran film dua ribu dua belas membuktikannya. Secara tidak langsung, dengan film itu manusia mengakui akan keberadaan ’sesuatu’ yang sangat luar biasa, ’sesuatu’ yang entah di mana dan bagaimana wujud serta kinerjanya ’menyalakan alam.’ Namun di sisi lain, film itu menggambarkan betapa manusia mengagungkan akal. Terbukti dari ending kisahnya.

Manusia dengan akalnya selalu berusaha mengetahui hal-hal yang menjadi tanda tanya. Manusia tidak serta merta menerima ketika mendapat hal-hal yang luar biasa, tragedi misalnya. Dari sekian banyak tragedi yang menimpa dunia akhir-akhir ini, selalu akan muncul ungkapan, mengapa?

Bisa dikatakan pula, film itu akibat keputusasaan sikap kritis manusia menggali tentang apa dan siapa penggerak alam sebenarnya. Sebagaimana kritis yang dimiliki Ibrahim. Tapi sayang, manusia tak sama.

Kembali Ke Pesantren

Keyakinan adalah modal kita meniti kehidupan. Tanpa keyakinan, seberapa hebat ’desain’ kita akan sia-sia, karena kita selalu dirundung tanda tanya. Sebagai Negara berke-Tuhanan Yang Maha Esa dengan segala kepluralannya, ketika muncul sesuatu yang tidak terjangkau oleh akal pikiran, sangat ironis bila kita tidak termasuk golongan orang yang yakin.

Di sinilah pesantren –dalam artian luas– memainkan kiprahnya. Kiprah dan jasa yang semakin hari kian terkubur akibat adanya kesengajaan ’penyekatan’. Kita semakin memandang sebelah mata pada pesantren. Mengucilkannya gara-gara alasan yang sebenarnya juga masih berupa keraguan. Sikap yang seharusnya tidak dimiliki sebuah desainan.

Sebagai muslim, kita tentu telah menemukan sang ’desainer’ itu. Walau kadang-kadang masalah yang dihadapi sama, belum mampu memanfaatkan rangkaian yang menempel pada kita.

”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (QS. 2:164), begitulah sabdanya. Dengan semangat suasana Idul Adha, semoga kita menjadi rancangan yang mampu memanfaatkan desain kita. Sehingga kita yakin betul dengan Pencipta dan mengerti akan tugas pokoknya. Sebagaiman Ibrahim As.

”Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin (QS. 6:75). Semoga.
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post