Oleh Alfa RS.
Kalau perjalanan normal, mestinya, ketika bisa naik, kita
juga bisa turun. Coba saja bayangkan, jika kita bisa mendaki gunung, tapi tidak
bisa turun, kemungkinannya tentu satu, kita tersesat dan tidak bisa kembali
pulang. Kalau demikian adanya, tentu kita akan berpikir, kenapa harus naik
gunung jika kemudian kita harus berkorban besar?
Terkait judul postingan kali ini, mestinya, kalau
kehidupan bangsa ini mau berjalan normal, tentu setelah naik harus bisa turun.
Realitanya, apa yang ada di pasar, sulir naik gampang turun. Padahal, sebagai
rakyat, tentu kita telah berupaya semaksimal mungkin berupaya agara kehidupan
kita masing-masing menjadi lebih baik. Sebuah perjuangan yang pada akhirnya,
ketika masing-masing telah baik, bangsa ini secara keseluruhan juga menjadi
lebih baik.
Perekonomian bangsa ini tentu sedang berjalan seperti
biasanya. Bahkan mungkin jauh lebih baik. Itu bila kita lihat digaris terbawah.
Silahkan saja Anda hitung, dalam sehari, berapa ribu transaksi yang terjadi.
Rakyat tiada hentinya melakukan transaksi dari pagi hingga pagi lagi setiap
harinya. Mestinya, seperti yang Akibasreet dengar waktu duduk di bangku sekolah
dulu, dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, saat ini bangsa kita telah
berdiri dengan lebih kokohnya.
Realita hidup bangsa ini, untuk urusan minum saja, harus
yang bermerek luar negeri, Aqua. Asal Anda tahu, 74% sahamnya itu dimiliki
Danone, perusahaan Perancis. Atau mungkin lebih suka minum Teh Sariwangi, yang
100% sahamnya milik Unilever, Inggris. Untuk minuman bayi, sukanya dengan SGM
yang sahamnya 82% milik Sari Husada, Numeco, Belanda. Sedang untuk urusan kamar
mandi, banyak yang memakai Lux dan Pepsodent, sarapan berasnya dari Thailand,
gulanya juga Gulaku. Habis itu, rokoknya harus Sampoerna, yang 97% sahamnya
milik Amerika. Habis mandi, sarapan dan ngrokok, keluar rumah naik kendaraan
buatan
Jepang, Cina, India, Eropa.
Itulah kenyataan bangsa ini. Belum lagi, untuk komunikasi
kita setor ke operator asing (baik XL, Indosat dan Telkomsel). Tempat
perbelanjaan juga dikuasai orang jauh (Carefour, Alfamart, Hero dan
lainnya). Bank-bank juga tinggal namanya
saja yang Indonesia. Parahnya juga, untuk membangun jembatan saja, semennya
sudah dikuasai orang asing pula (Tiga Roda Indocement, Semen Gresik dan Semen
Cibinong).
Melihat realita yang demikian adanya, maka program
pemerintah yang kian gencar melambungkan citra menjadi seorang pengusaha, harus
kita dukung seratus persen. Semoga saja, dengan lahirnya pengusaha-pengusaha
muda asli Indonesia, bangsa ini bisa ”hidup sebagaimana mestinya” di negeri
sendiri. Dan yang lebih penting lagi, kita mampu untuk melaksanakan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bukan untuk sebagian orang saja!