-->

Gengsi Berkurban

Oleh Alfa RS.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar. Laa Ilaha Illa Allahu Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamdu

Bagi sebagian muslim yang meyakini sepuluh Dzulhijjah jatuh pada hari ini (Rabu, 17/11/2010), berarti mulai saat inilah penyembelihan hewan kurban dianggap sah. Karena kurban dilakukan setelah munculnya matahari (waktu salat dhuha) hari raya Idul Adha atau setelah melaksanakan salat ied.

Rasanya, tiap tahun semakin bertambah saja jumlah orang yang tergerak menyembelih kurban. Baik perseorangan ataupun lembaga-lembaga formal. Menggembirakan memang. Tapi kiranya, perlu penulis ungkapkan di sini hal-hal yang menjadi catatan terkait praktek kurban.


Secara umum, alokasi daging kurban adalah untuk fakir miskin. Hanya saja, terdapat pemilahan terkait status kurban itu sendiri. Karena ritual kurban ada yang statusnya sunnah, sebagaimana hukum asalnya, dan ada yang statusnya wajib karena dinadzari. Jika kurban statusnya sunnah, maka selain harus dialokasikan pada fakir miskin, sebagian daging kurban juga boleh dialokasikan pada dua obyek lain, diantara tiga obyek. Tiga obyek yang cara pengalokasiannya dengan bentuk berbeda itu adalah;

Pertama, para fakir miskin, dalam bentuk shadaqah (pemberian dengan pemindahan milik). Dalam hal ini daging kurban harus diberikan dalam bentuk mentah, agar fakir miskin penerima daging kurban bisa memanfaatkan sekehendaknya, entah dengan dimakan sendiri, atau dijual dan lain sebagainya.

Kedua, pada orang-orang kaya (selain fakir miskin), dalam bentuk dliyafah (suguhan) atau ibahah (perkenan untuk memakan). Mereka (orang-orang kaya), hanya boleh memakan daging kurban yang disuguhkan, tidak boleh membawanya pulang untuk dimiliki.

Ketiga, pada diri sendiri dengan cara memakannya, atau pada keluarganya, dengan memberikan makan kepada mereka. Hendaknya, kadar daging kurban untuk obyek ketiga ini sekedarnya saja, sebagai bentuk tabarruk (berharap tambahnya kebaikan) dari makanan kurban.

Sedangkan jika status kurban adalah wajib, sebab dinadzari, maka semua daging kurban harus dishadaqahkan kepada fakir miskin. Tak boleh ada sedikitpun daging kurban yang diberikan kepada orang kaya, dalam bentuk apapun. Tidak boleh juga ada daging kurban yang dimakan sendiri oleh pelaku kurban atau keluarganya.

Karena alokasi daging kurban yang berstatus sunnah berbeda dengan kurban yang berstatus mandzurah (dinadzari), maka dalam hal ini panitia kurban harus menyendirikan hewan yang dinadzari oleh pemiliknya sebagai kurban. Agar tidak terjadi pencampuran daging dengan alokasi yang berbeda, yang pada akhirnya menyebabkan salah sasaran.

Seluruh daging kurban harus dialokasikan dengan cara shadaqah, ibahah atau dikonsumsi sendiri. Haram hukumnya menjualnya, atau menjadikannya sebagai upah penyembelihan. Termasuk dalam ketentuan ini adalah kulit hewan kurban, dan bagian-bagian hewan kurban lainnya, yang harus dishadaqahkan, dimanfaatkan, atau dipinjamkan, tidak boleh dijual, disewakan atau sebagai ongkos tukang jagal. Lebih detailnya baca Majalah MISYKAT Edisi 63 Nopember 2010 M.

Nah, seperti kabar yang diberitakan media, tragedi terinjak-injaknya kerumunan warga kurang mampu ketika mengantri mengambil kupon kurban mestinya tidak terjadi. Pasalnya, dalam kurban ada unsur membahagiakan orang-orang tak mampu. Jika lantas dalam prakteknya demikian, sudah barang tentu bukan kebahagiaan yang mereka dapatkan.

Kejadian seperti itu sering terjadi. Bahkan beberapa bulan yang lalu, saat pembagian zakat fitrah, antrian seperti itu memakan korban jiwa. Padahal, zakat adalah kewajiban dari mereka yang mesti mengeluarkannya. Mestinya, merekalah yang mendatangi rumah-rumah si kurang mampu. Bukannya duduk manis membagikan amplop sambil tersenyum, sedang si miskin menjerit terjepit pagar istananya.
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post