-->

Foot Ballnya Sepak Bola

Oleh: Alfa RS

Sorak sorai manusia menggema dari balik tribun penonton, tempat mereka menjadi raja, stadion kehidupan. Saat dimana para makhluk Tuhan itu bertahta, tanpa harus memikirkan mengapa dan bagaimana. Mereka mbengok tanpa henti, seperti para pendusta yang meminta ampun di hari nanti. Ayo maju. Serang terus. Gempur!

Mereka penggila seperti kami, namun seakan tidak pernah merasakan apa yang sedang kami alami. Mereka terus mengharap dan meminta, sebuah tuntutan sulit bagi kami.


Serangan lawan kian menjadi-jadi. Mereka laksana iblis yang terus menghantui bani Adam. Menggoda, merayu, lalu melibasnya tiada ampun. Mereka pintar bermanufer, ahli shooting, dan pandai mentakling.

Kipernya, entah siapa, kami tidak mampu menjangkau. Maunya sih menghancurkan, namun sulit bagi kami menembus daerah pertahanan. Defender, pemain belakangnya tangguh-tangguh sih. Midfilder mereka juga tidak kalah saing, sama-sama membuat kami kerepotan, pemain tengah mereka tinggi-tinggi. Sedang kami hanya bermodal menggugurkan kewajiban. Mana mungkin bisa.

Apalagi pemain sayapnya. Dia bisa menari seperti peri. Dia mengagumkan, terpesona kami dibuatnya. Lewat kecerdikannya, tak jarang kami harus tercengang karena krosing-krosing. Kami terlalu asyik memperhatikan dansanya. Kami seakan tidak sadar bahwa dia lawan, musuh yang harus segera ditakling.

Striker mereka hebat, dengan wajah rupawan terus mencoba membobol kami. Kadang memakai gaya berbagi, pernah juga memakai rupiah dan pari. Kami pasukan hina yang tidak mampu terus bertahan. Takut mereka mampu membobol pertahanan kami. Mengalahkan kami dengan skor telak. Dia pemain musuh yang tiada henti merepotkan gawang kami. Sanggup membaca pergerakan pemain belakang kami, karena dia, dan semua musuh kami memang telah berjanji pada ‘si empunya’ akan terus berusaha menggempur sampai hari terakhir tiba.

Walau mereka hebat, kami tetaplah winning eleven yang sempurna. Tiada yang sanggup mengalahkan kami. Andai semua makhluk yang dianugerahi akal sadar akan kombinasi kami, tentu mereka akan mencobanya. Kombinasi yang sempurna.

Di belakang, kami punya kiper handal. Andai kami tidak memilikinya, habislah kami. Karena disamping striker lawan begitu hebatnya, semua pemain musuh ahli shoting lho. Pernah defender mereka melakukan tembakan keras, jauh dari kotak terlarang. Hampir saja. Untungnya Keimanan mejaga gawang kehidupan kami dengan handal. Berkat dia lulusan akademi kekiperan, Aswaja, yang dibangun sejak ratusan tahun silam, Keimanan menjadi kiper yang sangat tangguh. Ia sanggup menangkis setiap serangan lawan. Alhamdulillah.

Defender kami juga tidak kalah tangguh, mereka dijuluki Duo Sabar. Sabar bin Dalam Melakukan Kebaikan, sebagai bek bertahan, dan Sabar bin Dalam Menjauhi Larangan yang menjadi bek serang. Mereka berdua adalah penangkal segala trik yang dilakukan oleh lawan, serangan Iblies Team yang makin menakutkan. Mereka selalu menjadi Man Of The Mach dalam setiap pertandingan kami. Sekedar info, untuk merekrut dua pemain ini sangat sulit sekali, karena memang bandrolnya sangat mahal dan disertai berbagai syarat. Dari dulu tim kami menginginkannya, namun baru pada saat paro umur pertandingan kehidupan kami mendapatkannya, berkat bimbingan para mustahiq, dewan asisten, yang terus mendukung kami. Terima kasih pak.

Di samping kiri kami punya Niat bin Tanpa Pamrih dan di kanan ada Taqwa bin Sebenarnya. Kami sangat beruntung punya pemain sekaliber Niat, dialah yang terus memupuk serangan lewat bawah. Tiada henti dia menjaga kami dari keputusasaan, dai pulalah yang terus memberikan umpan bagi gelandang serang. Taqwapun tidak kalah saing. Dia menjadikan pertahanan lebih terkoordinir, dan mampu menyeimbangkan kami.

Syukur bin Nikmat menjadi pemain tengah kami yang paling diandalkan, karena ketika dia optimal, maka serangan kami pun lebih bermutu. Lebih banyak peluang. Dia kami patnerkan dengan Taubat bin Min Dosa, kombinasi yang sempurna. Dengan masuknya dia, semua pemain seakan tidak punya beban, plong. Berbeda ketika dia kami bangku cadangkan, situasinya loyo, putus asa, tiada harapan.

Sebagai playmaker, kami tempatkan Ikhlas bin Ridho-Nya di kiri dan Tafakkur bin Makhluk. Ikhlas kami pasang untuk menanamkan kesejukan pada serangan kami, biar serangan kami terarah tepat pada sasaran. Lalu Tafakkur kami tugaskan untuk terus menggali kesempatan sekecil apapun. Berkat bantuannya kami mampu mendapatkan berbagai peluang. Setidaknya menumbuhkan harapan kami untuk menang.

Pemain yang tidak kalah penting adalah Akhlaq bin Karimah. Penyerang kami yang satu inilah punya banyak pesona. Dan dengan alasan itu pula dia kami pasang. Harapannya semoga pesona itu mampu menghancurkan pertahanan musuh, walaupun bertahap. Yang penting penyerang kami mampu menciptakan goal indah suatu ketika nanti.

Di tambah dengan Zuhud bin Harta Dunya. Para penggemar kami sendiripun sudah mengakui kehebatannya dalam mempertahankan penyerangan. Namun sayangnya ia sering dirundung cedera. Sulit sekali untuk memasang pamain yang satu ini. Tapi setelah sadar bahwa permainan ini hanya sebentar, paling rata-rata berjalan selama 45 x 2 Tahun saja, kamipun memutuskannya untuk tetap masuh dalam tim inti. Hasilnya, waw, mencengangkan! tim kami jadi solid. Mampu bertahan dari gempuran gaya apapun.

Penonton kembali bersorak ketika pemain kami melakukan serangan balik. Niat membawa bola ketengah, sambil memurnikan gerakan dia mengumpan ke Syukur. Syukurpun dengan sigap membawa bola kehidupan, terlihat dia mampu menerima umpan dengan gaya apapun. Dengan lihai pula dia menendang kearah Ikhlas, lalu secepat kilat Ikhlas menyambutnya, Ikhlas melebar. Dia melakukan krosing ke Akhlak.

Akhlak menebar pesona dengan indah, dia terus menebar dan menebar, dengan sedikit sontekan diapun berhasil mengarahkan tembakannya kegawang lawan. Bola melesat dengan indah, melengkung, namun masih terlihat menuju sasaran.

Goooo…, hening. Para penonton sudah tidak sabar melihat aksi Akhlak. Dan…

“Hah! Aduh…, brengsek! Mengapa kau mengguyurku dengan air sebanyak ini”, bentak Piero pada teman sekamarnya.

“Hai! Lihat tuh udah jam berapa? Anal muda kok tidur terus. Sana sholat! Entar keburu qadha lagi”, ujar Ahmad Buffon tegas.

Dengan wajah sayu Pieropun menuju jeding. Pikirannya masih tertuju pada tendangan maut Akhlak, pemain Kehidupan FC. Apakah pemain hebat itu mampu mengoyak gawang Iblies Team. Semoga, pikirnya. “Ah, tapi menang juga percuma saja, kan hanya mimpi.” Angannya lagi ketika selesai menghadap ‘pemilik pertandingan’ sejati.

Desember 2008.
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post