Oleh: Alfa RS.
Tadi pagi waktu berbenah blog, saya menemukan Kompetisi Website Kompas MuDA – KFC. Ajang yang diselenggarakan oleh Komunitas Kompas MuDA ini, saya anggap sebagai pembuktian bagi kita kaula muda, bahwa kita benar-benar bangga menjadi warga Negara Indonesia.
Semoga keikut sertaan saya dengan tulisan di bawah ini sedikit memberi warna bagi generasi muda. Oh ya, kamu-kamu juga ikutan kompetisi ini ya…
Kompetisi Website Kompas MuDA
Menjiwakan Bangga Menjadi Bangsa Indonesia
Kalau ada yang menyebut; ”Prestasi Indonesia menempati level atas tingkat korupsinya”. Jawablah dengan tegas, ya! Lalu, kalau ada yang bilang; ”Tanah kelahiranmu itu sarang teroris”. Anggap saja, ya. Tapi, andai ada orang yang bicara; “Indonesia Negara MERDEKA!”. Berteriaklah dengan lantang, apa?!
Mungkin, banyak orang langsung mempertanyakan jiwa nasionalisme Anda. Mereka akan menyangsikan status Anda sebagai bangsa Indonesia. Namun, jika hati Anda langsung bergejolak saat mendengar pertanyaan itu, berbahagialah. Itu artinya, di sanubari Anda masih tersimpan secuil rasa kepemilikan terhadap bangsa ini.
Kita bukan hendak membahas status merdeka atau tidaknya bangsa Indonesia. Bukan pula mengupas fenomena korupsi yang menaungi tanah air. Biarlah kedua persoalan besar itu menjadi urusan mereka yang katanya memiliki jiwa nasionalisme tingkat tinggi. Yang pasti, sebagai generasi penerus bangsa, sejak dini harus mulai menanamkan rasa bangga karena terlahir sebagai bagian dari bangsa besar, Indonesia. Kenapa?
Rasa bangga dengan sendirinya akan mendorong kita untuk bersikap peduli. Kepedulian yang terlahir dari rasa bangga ini nantinya bukan sekadar bernilai positif bagi diri sendiri, namun juga berpengaruh besar terhadap perkembangan bangsa dan Negara Indonesia. Sebagaimana kebanggaan yang diceritakan para pahlawan lewat sejarah. Namun jika jiwa ini hampa akan kebanggaan dan cinta tanah air, tunggu saja tragedinya.
Coba saja kita bayangkan. Dalam lingkup kecil, semisal keluarga. Bila seseorang tidak merasa ”nyaman” dalam keluarga atau lingkungannya –adanya perasaan kurang bangga, merasa kecil hati atau bahkan terhina dengan kondisi keluarganya, yang terjadi adalah seperti konflik-konflik yang berulang kali kita saksikan di media. Mereka para pelaku kebanyakan acuh, tidak menghargai dan kurang peka dengan sekitar. Dan pada akhirnya, akan tumbuhlah kejenuhan dihati mereka yang menumbuhkan hasrat untuk menentang aturan dan norma-norma sekitarnya.
Dunia olahraga, khususnya sepak bola, sebenarnya memberikan kita sebuah pelajaran betapa unsur kebanggaan begitu mengakar di sana. Walau prestasi sepak bola kita tidak kunjung meningkat, setidaknya kita dapat berkaca pada bola mania. Dengan kecintaan mereka pada klubnya, mereka rela melakukan apapun demi klub kesayangananya. Bisa dibuktikan dengan beragam cara mereka agar bisa menonton big match. Dan ketika kondisi klubnya sedang meredup, fans sejati tidak akan pernah berpaling. Dia akan tetap menyukainya, dengan ribuan harapan, suatu saat klubnya akan kembali bersinar.
Begitu juga Indonesia, karena hukum alam tidak bisa ditampik. Yang muda tentunya akan menggantikan yang sekarang berkuasa. Dan jika kita terus mengorek kekurangan bangsa ini, rasanya tidak akan ada habisnya. Tapi setidaknya, pondasi yang dijalankan sudah baik. Tinggal bagaimana kita mempersiapkan diri mendirikan bangunan di atas pondasi itu.
Perjalanan ke arah pondasi itu kian terasa dan nyata bila melihat prestasi teman-teman kita yang ikut berbagai even kejuaraan, yang tidak semuanya mengecewakan. Bahkan bila kita tengok ke belakang, mereka yang mengikuti olimpiade sains bisa dikatakan menakjubkan.
Dari mereka, setidaknya menyadarkan bahwa bangsa kita yang besar ini sebenarnya bangsa yang sangat hebat. Hebat dengan keberagaman suku, adat, keindahan alam yang menakjubkan, serta masih banyak lagi harta karun bangsa ini yang patut dibanggakan. Dengan anugerah sebanyak itu, rasanya keterlaluan bila kita tetap merasa malu dan tidak bangga menjadi rakyat Indonesia.
Tapi, mungkin bagi teman-teman yang kebetulan dikasih kenyataan yang kurang memuaskan, kita perlu memakluminya. Tidak bisa kita bayangkan, jika kita harus melihat keluarga, orang tua, atau orang-orang tercinta kita adu mulut, bahkan lebih, dengan puluhan satpol PP semisal. Wajar bila mereka mengarahkan kemarahannya pada pemerintah dan kemudian menipiskan kebanggaannya pada pertiwi.
Kita hanya bisa berdoa buat mereka yang kekurangan, semoga mereka mengerti, bahwa intinya orang tua mereka memberanikan diri menghadang satpol PP dan rela dijadikan bulan-bulanan, tidak lain demi membahagiakan mereka. Yakinkan pada mereka, jika memang aparat itu melakukan tugas yang berdasar pada hukum yang benar, relakan itu. Biarkan orang tua mereka menyalahkan pemerintah, tapi tidak untuk mereka. Karena mereka adalah putra putri bangsa yang melek hukum. Jangan sampai peristiwa itu mengendurkan kebanggaannya menjadi pemuda pemudi harapan bangsa.
Dan bagi yang tidak mengalaminya, mari syukuri itu dengan menjunjung tinggi ke-Indonesiaan kita. Minimal lewat bahasa. Karena biar bagaimanapun, kita punya bahasa Indonesia. Alih-alih mengikuti perkembangan bahasa dunia, jangan sampai bahasa kita sendiri musnah. Karena dengan bahasa itulah, kita akan lebih merasa bangga menjadi bangsa Indonesia dan tentunya jauh lebih merdeka.
Tadi pagi waktu berbenah blog, saya menemukan Kompetisi Website Kompas MuDA – KFC. Ajang yang diselenggarakan oleh Komunitas Kompas MuDA ini, saya anggap sebagai pembuktian bagi kita kaula muda, bahwa kita benar-benar bangga menjadi warga Negara Indonesia.
Semoga keikut sertaan saya dengan tulisan di bawah ini sedikit memberi warna bagi generasi muda. Oh ya, kamu-kamu juga ikutan kompetisi ini ya…
Kompetisi Website Kompas MuDA
Menjiwakan Bangga Menjadi Bangsa Indonesia
Kalau ada yang menyebut; ”Prestasi Indonesia menempati level atas tingkat korupsinya”. Jawablah dengan tegas, ya! Lalu, kalau ada yang bilang; ”Tanah kelahiranmu itu sarang teroris”. Anggap saja, ya. Tapi, andai ada orang yang bicara; “Indonesia Negara MERDEKA!”. Berteriaklah dengan lantang, apa?!
Mungkin, banyak orang langsung mempertanyakan jiwa nasionalisme Anda. Mereka akan menyangsikan status Anda sebagai bangsa Indonesia. Namun, jika hati Anda langsung bergejolak saat mendengar pertanyaan itu, berbahagialah. Itu artinya, di sanubari Anda masih tersimpan secuil rasa kepemilikan terhadap bangsa ini.
Kita bukan hendak membahas status merdeka atau tidaknya bangsa Indonesia. Bukan pula mengupas fenomena korupsi yang menaungi tanah air. Biarlah kedua persoalan besar itu menjadi urusan mereka yang katanya memiliki jiwa nasionalisme tingkat tinggi. Yang pasti, sebagai generasi penerus bangsa, sejak dini harus mulai menanamkan rasa bangga karena terlahir sebagai bagian dari bangsa besar, Indonesia. Kenapa?
Rasa bangga dengan sendirinya akan mendorong kita untuk bersikap peduli. Kepedulian yang terlahir dari rasa bangga ini nantinya bukan sekadar bernilai positif bagi diri sendiri, namun juga berpengaruh besar terhadap perkembangan bangsa dan Negara Indonesia. Sebagaimana kebanggaan yang diceritakan para pahlawan lewat sejarah. Namun jika jiwa ini hampa akan kebanggaan dan cinta tanah air, tunggu saja tragedinya.
Coba saja kita bayangkan. Dalam lingkup kecil, semisal keluarga. Bila seseorang tidak merasa ”nyaman” dalam keluarga atau lingkungannya –adanya perasaan kurang bangga, merasa kecil hati atau bahkan terhina dengan kondisi keluarganya, yang terjadi adalah seperti konflik-konflik yang berulang kali kita saksikan di media. Mereka para pelaku kebanyakan acuh, tidak menghargai dan kurang peka dengan sekitar. Dan pada akhirnya, akan tumbuhlah kejenuhan dihati mereka yang menumbuhkan hasrat untuk menentang aturan dan norma-norma sekitarnya.
Dunia olahraga, khususnya sepak bola, sebenarnya memberikan kita sebuah pelajaran betapa unsur kebanggaan begitu mengakar di sana. Walau prestasi sepak bola kita tidak kunjung meningkat, setidaknya kita dapat berkaca pada bola mania. Dengan kecintaan mereka pada klubnya, mereka rela melakukan apapun demi klub kesayangananya. Bisa dibuktikan dengan beragam cara mereka agar bisa menonton big match. Dan ketika kondisi klubnya sedang meredup, fans sejati tidak akan pernah berpaling. Dia akan tetap menyukainya, dengan ribuan harapan, suatu saat klubnya akan kembali bersinar.
Begitu juga Indonesia, karena hukum alam tidak bisa ditampik. Yang muda tentunya akan menggantikan yang sekarang berkuasa. Dan jika kita terus mengorek kekurangan bangsa ini, rasanya tidak akan ada habisnya. Tapi setidaknya, pondasi yang dijalankan sudah baik. Tinggal bagaimana kita mempersiapkan diri mendirikan bangunan di atas pondasi itu.
Perjalanan ke arah pondasi itu kian terasa dan nyata bila melihat prestasi teman-teman kita yang ikut berbagai even kejuaraan, yang tidak semuanya mengecewakan. Bahkan bila kita tengok ke belakang, mereka yang mengikuti olimpiade sains bisa dikatakan menakjubkan.
Dari mereka, setidaknya menyadarkan bahwa bangsa kita yang besar ini sebenarnya bangsa yang sangat hebat. Hebat dengan keberagaman suku, adat, keindahan alam yang menakjubkan, serta masih banyak lagi harta karun bangsa ini yang patut dibanggakan. Dengan anugerah sebanyak itu, rasanya keterlaluan bila kita tetap merasa malu dan tidak bangga menjadi rakyat Indonesia.
Tapi, mungkin bagi teman-teman yang kebetulan dikasih kenyataan yang kurang memuaskan, kita perlu memakluminya. Tidak bisa kita bayangkan, jika kita harus melihat keluarga, orang tua, atau orang-orang tercinta kita adu mulut, bahkan lebih, dengan puluhan satpol PP semisal. Wajar bila mereka mengarahkan kemarahannya pada pemerintah dan kemudian menipiskan kebanggaannya pada pertiwi.
Kita hanya bisa berdoa buat mereka yang kekurangan, semoga mereka mengerti, bahwa intinya orang tua mereka memberanikan diri menghadang satpol PP dan rela dijadikan bulan-bulanan, tidak lain demi membahagiakan mereka. Yakinkan pada mereka, jika memang aparat itu melakukan tugas yang berdasar pada hukum yang benar, relakan itu. Biarkan orang tua mereka menyalahkan pemerintah, tapi tidak untuk mereka. Karena mereka adalah putra putri bangsa yang melek hukum. Jangan sampai peristiwa itu mengendurkan kebanggaannya menjadi pemuda pemudi harapan bangsa.
Dan bagi yang tidak mengalaminya, mari syukuri itu dengan menjunjung tinggi ke-Indonesiaan kita. Minimal lewat bahasa. Karena biar bagaimanapun, kita punya bahasa Indonesia. Alih-alih mengikuti perkembangan bahasa dunia, jangan sampai bahasa kita sendiri musnah. Karena dengan bahasa itulah, kita akan lebih merasa bangga menjadi bangsa Indonesia dan tentunya jauh lebih merdeka.